Sisi Gelap Presiden RI: Dari Bung Karno Sampai Prabowo

- Minggu, 17 Agustus 2025 | 13:20 WIB
Sisi Gelap Presiden RI: Dari Bung Karno Sampai Prabowo


Punchline: Presiden nyeni yang menganggap negara ini panggung improvisasi.


5. Megawati: Dingin, Dendam, dan Sunyi


Bu Mega digambarkan kalem. Nyatanya, ia menyimpan dendam yang awet lebih dari formalin. SBY sampai kini tak pernah benar-benar ia maafkan. 


Kini, Jokowi — presiden yang ia angkat sendiri — jadi musuh barunya. Politik Megawati seperti freezer: dingin, beku, dan penuh dendam yang tak pernah cair.


Punchline: Ia ibu bangsa, tapi juga ibu dari politik balas budi dan balas dendam.


6. SBY: Presiden Seribu Kata, Nol Keputusan


SBY adalah presiden paling puitis. Sayangnya, bangsa ini butuh keputusan, bukan puisi. Dalam krisis, ia sibuk memilih diksi, sementara rakyat menunggu aksi. 


Era SBY adalah masa korupsi berjamaah, tapi yang paling ia jaga adalah citra pribadi. Ia presiden yang takut salah, hingga lebih memilih banyak kata daripada satu tindakan nyata.


Punchline: Negara serasa seminar panjang tanpa kesimpulan.


7. Jokowi: Wajah Lemah Lembut, Tangan Berlumur Darah


Jokowi masuk dengan citra sederhana, merakyat, penuh senyum. Tapi segera kebengisannya muncul: eksekusi mati para terpidana narkoba jadi tanda tangan pertama. 


Nepotisme dibuka lebar, konstitusi dipermainkan, oposisi dibungkam. Jokowi adalah paradoks: wajah lugu yang menutupi siasat, kesantunan yang menutupi kebengisan.


Punchline: Ia tersenyum di depan kamera, tapi demokrasi tercekik di belakang layar.


8. Prabowo: Singa Podium, Kucing Istana


Prabowo selalu lantang soal nasionalisme dan kedaulatan. Tapi begitu masuk kabinet Jokowi, api itu padam. 


Dulu menuding lawan curang, kini bertekuk lutut. Dari singa podium, ia berubah jadi kucing jinak di istana. Patriotisme jadi aksesori, kekuasaan jadi kenyamanan.


Punchline: Suara lantang di lapangan, tapi mengeong manja di ruang kekuasaan.


Penutup: Presiden Kita, Cermin Buram Bangsa


Inilah wajah para presiden: Soekarno yang otoriter, Soeharto yang pengkhianat, Habibie yang tergelincir, Gus Dur yang meledak, Megawati yang dendam, SBY yang lamban, Jokowi yang bengis, dan Prabowo yang inkonsisten.


Bangsa ini jangan lagi silau oleh pidato dan pencitraan. Karena mencintai bangsa bukan berarti menyembah presidennya, melainkan berani mengkritik bahkan membongkar keburukan mereka. 


Kalau tidak, kita hanya akan jadi bangsa pemuja bayangan — dan bayangan itu tak pernah membawa kita ke terang. ***


Sumber: FusilatNews

Halaman:

Komentar

Terpopuler