Pigai menambahkan, fenomena serupa juga masih ditemukan di sejumlah negara lain.
Menurutnya, perbandingan tersebut menunjukkan bahwa meski sudah berlangsung puluhan tahun, program makan bergizi gratis di berbagai negara tetap menghadapi tantangan.
“Di Jerman juga masih ada peristiwa keracunan, begitu pun di Brasil. Bahkan di Jepang, yang dikenal sebagai negara higienis, kasus seperti ini tetap ada,” katanya.
Atas dasar itu, ia menekankan bahwa kendala dalam program MBG harus dipahami sebagai bagian dari dinamika, bukan tanda kegagalan.
“Program semacam ini selalu saja ada kendala. Tapi dalam konteks Indonesia, deviasinya hanya 0,0017%. Artinya, program ini pada dasarnya berhasil,” jelasnya.
Pigai menekankan, agar program tersebut lebih maksimal ke depan, pemerintah perlu melakukan sejumlah langkah perbaikan dan pengawasan berkelanjutan agar pelaksanaan program di Indonesia dapat berjalan lebih baik ke depan.
“Maka diharapkan perlu ada pemantapan, revitalisasi, pengawasan, peningkatan keterampilan, serta rekrutmen tenaga-tenaga terampil yang bisa ikut memberi kontribusi di masa depan,” pungkasnya.
Sumber: MediaIndonesia
Artikel Terkait
Bukan Dibangun Pakai Uang Rakyat! Ini Fakta Mengejutkan di Balik Masjid Jokowi di Abu Dhabi
Bayar Utang Whoosh dengan Uang Koruptor? Ini Rencana Kontroversial Prabowo
Maxim Indonesia: Rahasia Pesan & Daftar Driver untuk Hasilkan Cuan!
Prabowo Gaspol! Whoosh Tak Cuma ke Surabaya, Tapi Diteruskan Sampai Ujung Jawa Timur