80 Tahun Kemerdekaan RI, Prabowo Ingin Persatuan: Jokowi Ingin Pecah Belah?
Oleh: Syafril Sjofyan
Pemerhati Kebijakan Publik, Aktivis Pergerakan 77-78, Sekjen APP-Bangsa
Cara Jokowi menyembunyikan ijazahnya dan mengadukan orang yang mencari tahu ijazahnya ke Polda dapat memicu kontroversi dan mempengaruhi persatuan masyarakat.
Sejak empat tahun yang lalu Jokowi tidak transparan terhadap ijazahnya, pada hal pada pengadilan pidana Bambang Tri dan Gusnur (baru saja diberi Amnesti oleh Presiden Prabowo), Jokowi seharusnya memperlihatkan ijazahnya, sehingga tidak berlarut sampai sekarang.
Menyembunyikan ijazah sebagai pejabat publik pasti menimbulkan pertanyaan tentang transparansi dan kejujuran.
Masyarakat memiliki hak untuk mengetahui latar belakang pendidikan pemimpinnya.
Jokowi mengadukan orang-orang yang mencari tahu ijazahnya ke Polda Metro menimbulkan kesan bahwa ada sesuatu yang disembunyikan.
Padahal dengan mudah dia dapat memperlihatkan ijazahnya kepada masyarakat untuk diteliti untuk mengurangi kepercayaan masyarakat serta dapat memulihkan namanya jika terbukti ijazah tersebut asli.
Tetapi cara mudah tersebut tidak dilakukan oleh Jokowi, justru dia “memperalat” POLRI.
Hal ini bisa terjadi karena privilege dia sebagai mantan Presiden, apalagi Kapolri orang dekatnya (geng Solo) serta anaknya Gibran sedang menjabat Wakil Presiden.
Tentu hal ini tidak boleh terjadi. POLRI seharusnya menerapkan azas keadilan buat semua.
Pada kenyataannya tidak demikian. Aduan masyarakat tentang ijazah Jokowui via TPUA tanpa dasar hukum yang kuat dihentikan begitu saja oleh Bareskrim POLRI.
Tetapi aduan Jokowi kepada aktivis dan akademisi diteruskan dengan cepat tanpa kepastian Ijazah Asli Jokowi.
Entah karena aduan Jokowi atau kemungkinan adanya “intervensi” kepada penyidik Polda Metro.
Secara aneh kasus pidana aduan dan pidana umum disatukan disertai pasal tuduhan diperberat dengan UU ITE pasal 32 dan 35.
Terkesan tujuannya untuk segera menangkap para aktivis dan akademisi yang kritis tersebut, tanpa pembuktikan keaslian ijazah Jokowi melalui pengadilan.
Kontoversi ini menjadi tanda tanya dan bermuara ketidak percayaan ditengah masyarakat kepada Polri melakukan ketidakadilan, bahkan terkesan adanya kriminalisasi terhadap orang orang yang “mempertanyakan” keaslian ijazah Jokowi tersebut.
Kasus ijazah Jokowi telah menjadi isu nasional bahkan international karena semua media menayangkan kasus ini.
Terjadi pecah belah ditengah masyarakat, apalagi Jokowi melibatkan relawan secara buta dan para buzzer (Gibran pernah mengumpulkan buzzer di Istana wapres).
Setelah itu kembali pendengung mulai aktif melakukan kehebohan ujaran pecah belah, tanpa argumentasi ilmiah. Bahkan juga menyerang presiden Prabowo.
Kembali kepada langkah Presiden Prabowo dalam keinginanya untuk Persatuan yang “diteriakannya” pada pidato kenegaraan 80 Tahun Kemerdekaan Indonesia di Gedung MPR RI.
Perlu di apresiasi, namun persatuan tanpa usaha yang konkret hanya akan menjadi slogan atau teriakan tanpa hasil yang nyata. Salah satu unsur persatuan adalah penegakan hukum yang adil.
Penegakan hukum yang adil dapat membangun kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan lembaga hukum, sehingga masyarakat merasa aman dan percaya diri.
Karena penegakan hukum yang adil dapat mengurangi konflik dan ketegangan sosial, karena masyarakat merasa bahwa keadilan ditegakkan dan hak-hak mereka dilindungi.
Penegakan hukum yang adil dapat meningkatkan mengembalikan marwah institusi POLRI serta kesadaran hukum masyarakat akan meningkat sehingga mereka lebih patuh terhadap hukum dan aturan.
Penegakan hukum yang adil dapat membangun kesetaraan di antara masyarakat, karena semua orang diperlakukan sama di mata hukum.
Dalam konteks persatuan bangsa penegakan hukum yang adil dapat menghilangkan kriminalisasi dan perlakuan tidak adil terhadap aktivis dan akedimisi serta kelompok lainnya untuk menegakan kebenaran.
Menegakan hukum yang adil juga dapat meningkatkan kohesivitas sosial dan membangun rasa persatuan di antara masyarakat serta membangun legitimasi pemerintah Prabowo dan lembaga hukum Polri, Kejaksaan, dan Pengadilan.
Masyarakat dipastikan akan lebih percaya dan pasti akan mendukung Pemerintah dan lembaga hukum lainnya.
Terakhir segera saja Presiden Prabowo “mendesak” Jokowi untuk memperlihatkan ijazahnya kepada masyarakat, dan menghentikan kasus tindak pidana tentang ijazah asli di Polda Metro, supaya masyarakat tidak terbelah, persatuan dapat tercapai.
Untuk kasus ijazah Jokowi segera saja Presiden Prabowo mengganti Kapolri dan unsur lainnya diinstitusi kepolisian yang telah melakukan azas ketidak adilan bagi pencari keadilan dan kebenaran.
Prabowo perlu segera “memusnahkan” para pendengung/ buzzer, usut tuntas siapa yang membiayai dan membina mereka.
Hal ini juga pernah “diteriakan” oleh Presiden RI kelima Megawati, yang juga mengutus wakilnya kepada Presiden Prabowo mengenai bahayanya para buzzer bagi persatuan.
Segera memerintahkan Jaksa Agung untuk eksekusi Silfester secara hukum sudah inkrah.
Secara kasat mata telah menghancurkan marwah institusi Kejaksaan RI serta mencoreng tegaknya hukum secara adil dan beradab, 6 tahun lamanya sejak Jokowi berkuasa tidak bisa di eksekusi.
Penegakan hukum yang adil merupakan unsur penting dalam membangun dan memelihara persatuan di masyarakat, dengan melakukan usaha-usaha tersebut, persatuan dapat menjadi lebih nyata dan berdampak positif bagi masyarakat. ***
Artikel Terkait
Pengamat Politik Ungkap Perang Dingin Elite Solo vs AHY, Tiket Cawapres Prabowo 2029 Terancam?
Jimly Asshiddiqie Kuliti Aib Pemerintah, Sentil Balik Sri Mulyani Sebut Guru Beban Negara!
Pendidikan Gustika Hatta, Pantas Berani Sebut Indonesia Dipimpin Penculik dan Anak Haram Konstitusi!
UPDATE! Instruksi Mendagri Tito Terkait Situasi Pati, Nasib Bupati Sudewo di Ujung Tanduk?