"Bencana ini datang dari Tuhan," katanya. "Ini adalah kehendak-Nya. Tak seharusnya dipolitisir. Bukan presiden kami yang menyebabkan gempa. Presiden kami telah melakukan yang terbaik."
Ibrahim pergi melanjutkan aktivitasnya, tapi terdapat dua perempuan di seberang jalan - Gozde Burgac, 29 tahun dan bibinya Suheyla Kilic, 50 tahun. Mereka berdua adalah aktris.
Gozde punya tato di lengannya bertulis - "Hidup itu indah" dalam bahasa Prancis. Di tengah puing-puing berserakan, tulisan itu terbaca seperti ejekan.
Mereka datang ke lokasi itu untuk memberi makan kucing-kucing liar, sebuah tradisi Turki yang bertahan bahkan di masa-masa sulit. Dan mereka sempat menguping cerita Ibrahim yang sulit dipercaya dan pedih.
"Apa yang baru kami dengar benar-benar membuat saya tersinggung karena tak ada yang membantu kami dengan cara apapun," kata Gozde, hampir menangis.
"Apakah kami ini berasal dari alam semesta yang berbeda, atau dia [Ibrahim]? Apa yang ia katakan tentang Erdogan jelas tidak benar. Ini kesalahannya. Pemerintah adalah pihak yang berkewajiban membantu kami, tapi tak ada satupun yang hadir.
"Dengan daya dan upaya kami, dengan cara kami sendiri, kami berusaha menghubungi keluarga kami pada jam-jam pertama setelah gempa. Kami menemukan mayat mereka beberapa jam kemudian, beberapa hari kemudian."
Gozde mengatakan para pejabat dari kantor kepresidenan pernah muncul sekali, saat saudara iparnya berhasil dibawa keluar dari reruntuhan hidup-hidup.
Dia mengatakan, saudaranya itu diselamatkan tim penyelamat dari Italia, sementara yang dilakukan pejabat pemerintah adalah "berpose di depan kamera, sehingga seragam mereka terlihat".
"Kemudian mereka pergi, dan tak ada lagi yang datang," katanya.
Perempuan-perempuan ini sekarang berkabung untuk tiga anggota keluarga mereka, dan untuk kehancuran kota mereka.
Akankah semua kematian dan kehancuran ini akan mengubah arah di hari pemilu nanti?
Jawabannya mungkin tidak.
Jajak pendapat diselenggarakan setelah gempa dan menunjukkan hanya sedikit penurunan dukungan bagi Presiden Erdogan, yang telah meminta maaf atas respon negara yang lamban. Dia juga menjanjikan program rekonstruksi yang ambisius - meskipun tidak masuk akal.
"Bencana gempa ini tidak akan berpengaruh bagi Erdogan," menurut analis politik yang berbasis di Istanbul, Can Selcuki. "Pemilu ini bukan tentang kinerja. Ini soal politik identitas. Mereka yang menginginkannya, akan tetap memilihnya apa pun yang terjadi."
Setelah dua dekade berkuasa, pemimpin Turki ini telah memiliki penantang yang serius - meskipun tidak terlalu menggebu-gebu. Kemal Kilicdaroglu adalah kandidat sekuler dari aliansi oposisi.
Jajak pendapat telah memberikan sedikit keunggulan bagi Kilicdaroglu, yang terkenal karena membuat video kampanye sambil duduk di meja dapurnya yang sederhana.
Dalam sebuah wawancara kepada BBC, mantan PNS itu berjanji akan membawa kebebasan dan demokrasi, serta mengubah arah Turki ke arah Barat.
Namun, banyak pihak yang belum sepenuhnya percaya pada sang presiden, termasuk Wali Kota Antakya, Lutfu Savas yang berasal dari partainya Kilicdaroglu.
Kami bertemu dengannya di bangunan sementara yang kini menjadi kantornya.
"Dia [Erdogan] adalah pemimpin partai politik yang mampu mempertahankan kekuasaannya selama 21 tahun," katanya - lebih lama dari siapapun bahkan pendiri Turki, Kemal Ataturk.
"Terlepas dari semua persoalan - ekonomi, sosial, dan bencana gempa - dia sangat paham bagaimana berpolitik, dan menggunakan semua instrumen negara untuk meraih kemenangan."
Presiden Erdogan dan partainya, Partai Pembangunan dan Keadilan (AK), tentu akan terbantu dengan media di Turki yang sudah dikuasai. Pemerintah mengendalikan 90% media nasional, menurut kelompok kemerdekaan pers, Reporters without Borders.
Apa yang terjadi di sini memiliki dampak di negara-negara tetangga. Turki adalah negara kelas berat regional, yang menghadapi negara-negara Timur dan Barat. Negeri jiran dan sekutu Nato akan mengawasi dengan seksama.
Banyak analis percaya bahwa kontestasi akan berlangsung dua putaran pada 28 Mei karena kemungkinan tidak ada calon yang bisa memperoleh suara 50% pada putaran pertama.
Kembali ke pemakaman, perubahan tidak bisa datang dengan cepat buat Fethiye, yang terluka oleh kenangan saat mengeluarkan putranya yang meninggal dari reruntuhan - dengan tangan kosong, dan hanya kerabatnya yang bisa menolongnya.
"Turki sudah tamat," katanya. "Kalau Erdogan pergi, Turki akan bangkit."
Sumber: bbc.com
Artikel Terkait
Anwar Usman Bisa Saja Menyesal Karir Hancur Gegara Gibran
VIRAL Beredar Foto MABA Fakultas Kehutanan UGM 1980, Tak Ada Potret Jokowi?
Gibran dan Dua Rekannya Ditangkap Polisi terkait Dugaan Penggelapan Duit Rp 15 Miliar
Kejagung Sita Rupiah-Mata Uang Asing Riza Chalid