Jika Bobby Ditahan, Dinasti Jokowi Bisa Runtuh: Gibran, Kaesang, Iriana di Ujung Tanduk!

- Selasa, 01 Juli 2025 | 17:15 WIB
Jika Bobby Ditahan, Dinasti Jokowi Bisa Runtuh: Gibran, Kaesang, Iriana di Ujung Tanduk!


Jika Bobby Ditahan, Dinasti Jokowi Bisa Runtuh: Gibran, Kaesang, Iriana di Ujung Tanduk!


Oleh: Damai Hari Lubis

Pengamat KUHP (Kebijakan Umum Hukum dan Politik)


Bobby Nasution, Gubernur Sumatera Utara sekaligus menantu Presiden Jokowi, kembali menjadi sorotan tajam. 


Ia pernah dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setelah foto dirinya bersama keluarga menaiki jet pribadi beredar luas di publik. 


KPK melalui juru bicaranya saat itu, Tessa Mahardhika, membenarkan adanya laporan terkait dugaan gratifikasi berupa fasilitas jet pribadi tersebut. 


Sayangnya, proses hukum terhadap Bobby tampak stagnan, berbeda nasibnya dengan Hasto Kristiyanto yang ditahan atas dugaan gratifikasi, bahkan perkaranya telah disidangkan di pengadilan.


Kini, badai hukum lain tampaknya akan kembali menerpa Bobby. 


KPK tengah mempertimbangkan pemanggilan terhadap dirinya dalam kasus dugaan korupsi proyek jalan nasional di Gunung Tua, Kabupaten Padang Lawas Utara, Sumatera Utara. 


Mantan orang kepercayaan Bobby yang berinisial TOP — eks Kepala Dinas Pekerjaan Umum saat Bobby menjabat Wali Kota Medan — telah ditahan bersama empat orang lainnya oleh KPK.


Jika benar Bobby dipanggil dan kemudian ditahan, maka ini akan menjadi titik balik dalam peta kekuasaan politik nasional. 


Jokowi sebagai sosok sentral politik Indonesia selama satu dekade akan terlihat semakin rapuh. 


Runtuhnya Bobby akan menjadi awal dari efek domino: posisi Gibran Rakabuming Raka sebagai Wakil Presiden bisa terguncang — terlebih sejak awal dia sudah dicap oleh banyak kalangan sebagai “anak haram konstitusi” pasca Pilpres 2024.


Bukan hanya Gibran. Kaesang Pangarep, Kahiyang Ayu, bahkan Iriana Jokowi pun bisa terseret. 


Kaesang dan Kahiyang dapat dijerat oleh penegak hukum jika keberanian aparat bangkit pasca lengsernya pengaruh Jokowi. 


Bahkan Iriana pun berpotensi diproses hukum karena dugaan penggunaan identitas palsu berupa gelar akademik S.E dan M.M.


Lalu, bagaimana dengan Jokowi sendiri?


Jokowi terancam bangkitnya kembali laporan kasus dugaan ijazah palsu yang pernah dilaporkan Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) ke Mabes Polri pada 9 Desember 2024. 


Jika penyidik Bareskrim benar-benar membuka kembali penyelidikan yang sempat dihentikan, maka titik terang bisa segera terungkap. 


Bukti-bukti yang ada cukup mencengangkan: foto pada ijazah S-1 Fakultas Kehutanan UGM yang diduga bukan foto Jokowi, serta nama dekan yang tertera dalam skripsinya — “Dr. Achmad Soemitro” — padahal seharusnya adalah Dr. Achmad Sumitro. Sebuah perbedaan yang fatal untuk institusi sebesar UGM.


Dengan dukungan analisis forensik digital dan penguatan dari ahli tata kelola dokumen pendidikan, penyidik memiliki peluang besar untuk menjadikan temuan ini sebagai “awal permulaan yang cukup” untuk menetapkan Jokowi sebagai tersangka, dan bahkan menerbitkan surat perintah penahanan.


Jika skenario ini terjadi, maka publik yang selama ini kecewa dan geram terhadap kebohongan demi kebohongan Jokowi, akan menyambutnya dengan euforia. 


Namun, kondisi ini akan menjadi beban berat bagi Presiden RI ke-8, Prabowo Subianto. 


Prabowo harus menghadapi “ledakan” kekecewaan rakyat terhadap lebih dari 100 kebohongan Jokowi, dan dampak kerusakan yang ditimbulkannya di berbagai sektor kehidupan: ekonomi, hukum, pendidikan, dan moralitas publik.


Kerusakan sistemik ini tak muncul tiba-tiba. Semuanya bermula dari satu titik: ijazah palsu — jika benar dugaan itu terbukti — yang menjadi pondasi kebohongan massal, yang dilanggengkan oleh aktor-aktor besar: oknum di KPU Surakarta, KPU DKI Jakarta, dan KPU RI, serta para tim sukses Jokowi dari Pilkada hingga Pilpres 2019.


Kini, bangsa ini tengah menyongsong momen historis: apakah hukum akan bersinar terang, atau tetap terbenam dalam gelapnya kekuasaan?


Quo vadis bangsa ini? Hanya waktu dan keberanian penegak hukum yang akan menjawabnya. ***

Komentar

Terpopuler

13

Heboh Yusa Cahyo Utomo Donorkan Organ Tubuh Usai Divonis Mati PN Kediri, Ini Alasan dan Sosoknya Tayang: Sabtu, 16 Agustus 2025 08:53 WIB Tribun XBaca tanpa iklan Editor: Valentino Verry zoom-inHeboh Yusa Cahyo Utomo Donorkan Organ Tubuh Usai Divonis Mati PN Kediri, Ini Alasan dan Sosoknya Tribunjatim.com/Isya Anshari A-A+ INGIN DONOR ORGAN TUBUH - Yusa Cahyo Utomo, terdakwa pembunuh satu keluarga, divonis hukuman mati oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri, Jawa Timur, Rabu (13/8/2025) siang. Yusa mengaku menyesali perbuatannya dan berkeinginan menyumbangkan organ tubuhnya kepada sang keponakan yang masih hidup, sebagai bentuk penebusan kesalahan. WARTAKOTALIVE.COM, KEDIRI - Jika seorang terdakwa dijatuhi vonis mati biasanya tertunduk lesu, ada pula yang menangis. Lain halnya dengan Yusa Cahyo Utomo, terdakwa kasus pembunuhan satu keluarga di Kediri, Jawa Timur. Tak ada penyesalan, bahkan dia sempat tersenyum kepada wartawan yang mewancarainya usai sidang vonis oleh Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri, Rabu (13/8/2025). Dengan penuh percaya diri, Yusa Cahyo Utomo ingin mendonorkan organ tubuhnya usai dijatuhi vonis mati oleh majelis hakim. Baca juga: Alasan Pembunuh Satu Keluarga Tak Habisi Anak Bungsu, Mengaku Kasihan Saat Berusaha Bergerak Tentu ini cukup aneh, namun niat Yusa Cahyo Utomo ini ternyata ada makna yang besar. Donor organ tubuh adalah proses yang dilakukan untuk menyelamatkan atau memperbaiki hidup penerima organ yang mengalami kerusakan atau kegagalan fungsi organ. Biasanya, orang akan secara sukarela menyumbangkan organ tubuhnya untuk ditransplantasikan kepada orang lain yang membutuhkan. Saya berpesan, nanti di akhir hidup saya, bisa sedikit menebus kesalahan ini (membunuh) dengan menyumbangkan organ saya, ucapnya dilansir TribunJatim.com. Baca juga: Pelaku Pembunuhan Satu Keluarga di Kediri Ternyata Masih Saudara Sendiri, Ini Motfinya Kalau saya diberikan hukuman mati, saya siap menyumbangkan semua organ saya, apapun itu, imbuhnya. Yusa Cahyo Utomo merupakan warga Bangsongan, Kecamatan Kayen, Kabupaten Kediri. Ia adalah seorang duda cerai dengan satu anak. Yusa merupakan pelaku pembunuhan terhadap satu keluarga di Dusun Gondang Legi, Desa Pandantoyo, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri, pada Desember 2024. Yusa menghabisi nyawa pasangan suami istri (pasutri) Agus Komarudin (38) dan Kristina (34), beserta anak sulung, CAW (12). Anak bungsu korban, SPY (8), ditemukan selamat dalam kondisi luka serius. Yusa mengaku ia tak tega menghabisi nyawa SPY karena merasa kasihan. Tersangka meninggalkannya dalam kondisi bernapas. Alasannya dia merasa kasihan pada yang paling kecil, ungkap AKP Fauzy Pratama yang kala itu menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres Kediri, masih dari TribunJatim.com. Hubungan Yusa dengan korban Kristina adalah kakak adik. Pelaku merupakan adik kandung korban. Namun, sejak kecil, Yusa diasuh oleh kerabat lainnya di Bangsongan, Kecamatan Kayen. Selama itu, Yusa tak pernah mengunjungi keluarganya yang ada di Pandantoyo, Kecamatan Ngancar. Dikutip dari Kompas.com, motif Yusa menghabisi Kristina dan keluarganya karena masalah utang dan rasa sakit hati. Yusa memiliki utang di sebuah koperasi di Kabupayen Lamongan sebanyak Rp12 juta dan kepada Kristina senilai Rp2 juta. Karena Yusa tak memiliki pekerjaan dan utangnya terus menumpuk, ia pun memutuskan bertemu Kristina untuk meminjam uang. Kristina menolak permintaan Yusa sebab sang adik belum melunasi utang sebanyak Rp2 juta kepadanya. Penolakan itu kemudian memicu rasa sakit hati bagi Yusa hingga merencanakan pembunuhan terhadap Kristina dan keluarganya. Buntut aksi kejamnya, Yusa tak hanya divonis mati, pihak keluarga juga enggan menerimanya kembali. Sepupu korban dan pelaku, Marsudi (28), mengungkapkan pihak keluarga tak akan menerima kepulangan Yusa. Keluarga sudah enggak mau menerima (jika pelaku pulang), ungkapnya. Kronologi Pembunuhan Rencana pembunuhan oleh Yusa Cahyo Utomo terhadap Kristina dan keluarganya berawal dari penolakan korban meminjami uang kepada pelaku, Minggu (1/12/2024). Sakit hati permintaannya ditolak, Yusa kembali ke rumah Kristina pada Rabu (4/12/2024) dini hari pukul 3.00 WIB. Ia menyelinap ke dapur di bagian belakang rumah dan menunggu Kristina keluar. Saat Kristina keluar, Yusa lantas menghabisi nyawa kakak kandungnya itu menggunakan palu. Suami Kristina, Agus, mendengar suara teriakan sang istri dan keluar untuk mengecek. Nahas, Agus juga dibunuh oleh Yusa. Aksi Yusa berlanjut dengan menyerang anak Kristina, CAW dan SPY. Namun, ia membiarkan SPY tetap hidup sebab merasa kasihan. Usai melancarkan aksinya, Yusa membawa barang berharga milik korban, termasuk mobil dan beberapa telepon genggam. Ia kemudian kabur ke Lamongan dan berhasil ditangkap pada Kamis (5/12/2025). Atas perbuatannya, Yusa dijatuhi vonis mati buntut pembunuhan berencana terhadap Kristina dan keluarga. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Yusa Cahyo Utomo dengan hukuman mati, kata Ketua Majelis Hakim, Dwiyantoro dalam sidang putusan yang berlangsung di Ruang Cakra Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri, Rabu (13/8/2025), pukul 12.30 WIB, masih dikutip dari TribunJatim.com.