POLHUKAM.ID - Kebijakan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pati yang menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) secara drastis menjadi bola liar yang memicu perlawanan sengit dari warganya.
Namun, perlawanan ini tidak terjadi di ruang sidang DPRD atau melalui demonstrasi konvensional, melainkan meledak di jagat media sosial.
Fenomena ini menjadi sorotan tajam pengamat politik Ray Rangkuti, yang melihatnya sebagai cermin dari kegagalan lembaga formal dan lahirnya kekuatan baru: oposisi independen yang digerakkan oleh masyarakat sipil.
Menurut Ray, ketika saluran aspirasi resmi seperti DPRD seolah tak berdaya atau lamban merespons, masyarakat kini memiliki arena perjuangannya sendiri.
Media sosial menjadi parlemen jalanan digital tempat keluhan, bukti, dan kemarahan kolektif terakumulasi hingga menjadi tekanan politik yang nyata bagi penguasa.
Dalam sebuah diskusi podcast, Ray Rangkuti menegaskan bahwa era digital telah mengubah lanskap politik perlawanan di tingkat akar rumput.
"Masyarakat sipil (civil society) menjadi oposisi independen yang gerakannya bisa terakumulasi dengan cepat berkat teknologi dan penyebaran informasi," ujar Ray Rangkuti dikutip dari Podcast Forum Keadilan TV di YouTube pada Senin (25/8/2025).
Apa yang terjadi di Pati adalah contoh sempurna dari teori ini.
Kegelisahan yang awalnya bersifat personal, seperti tagihan PBB yang membengkak hingga ratusan persen, dengan cepat berubah menjadi gerakan komunal berkat unggahan yang viral di Facebook, Twitter, hingga grup-grup WhatsApp.
Artikel Terkait
Puan Maharani Bongkar Masalah Utang Whoosh: DPR Akan Usut Tuntas!
Prof Henri Balik Badan Bongkar Rekayasa Gibran Cawapres: Saya Kecewa dengan Jokowi!
Misteri Dewa Luhut di Balik Proyek Whoosh: Rahasia yang Baru Terungkap
Fakta Mengejutkan di Balik Proyek Whoosh: Dugaan Markup Rp 60 Triliun dan Potensi Kerugian Negara